Materi PAI Kelas XI Semester1 BAB 4
BAB 4 SAMPAIKAN DARIKU WALAU SATU AYAT
A. Pengertian
Khutbah, Tablig, dan Dakwah
Makna khutbah,
tablig, dan dakwah hampir
sama, yaitu menyampaikan
pesan kepada orang lain. Secara
etimologi (lugawi/bahasa), makna
ketiganya dapat diuraikan sebagai
berikut.
1. Khutbah berasal dari
kata:
bermakna memberi nasihat dalam
kegiatan ibadah seperti;
ṡalat (ṡalat Jumat,
Idul Fitri, Idul
Adha, Istisqo, Kusuf), wukuf, dan
nikah. Menurut istilah, khutbah berarti
kegiatan ceramah kepada sejumlah orang Islam dengan syarat dan rukun tertentu
yang berkaitan langsung dengan
keabsahan atau kesunahan
ibadah. Misalnya khutbah Jumat
untuk ṡalat Jum’at,
khutbah nikah untuk
kesunahan akad nikah. Khutbah diawali dengan hamdallah,
salawat, wasiat taqwa, dan doa.2. Tabligh berasal dari kata:
yang berarti menyampaikan, memberitahukan dengan lisan. Menurut istilah, tablig adalah kegiatan menyampaikan ‘pesan’ Allah Swt. secara lisan kepada satu orang Islam atau lebih untuk diketahui dan diamalkan isinya. Misalnya, Rasulullah saw. memerintahkan kepada sahabat yang datang di majlisnya untuk menyampaikan suatu ayat kepada sahabat yang tidak hadir. Dalam pelaksanaan tablig, seorang mubaligh (yang menyampaikan tablig) biasanya menyampaikan tablig-nya dengan gaya dan retorika yang menarik. Ada pula sekarang istilah tabl³g akbar, yaitu kegiatan menyampaikan “pesan” Allah Swt. dalam jumlah pendengar yang cukup banyak.
3. Dakwah berasal dari kata:
yang berarti memanggil, menyeru, mengajak pada sesuatu hal. Menurut istilah, dakwah adalah kegiatan mengajak orang lain, seseorang atau lebih ke jalan Allah Swt. secara lisan atau perbuatan. Di sini dikenal adanya da’wah billisān dan da’wah bilhāl. Kegiatan bukan hanya ceramah, tetapi juga aksi sosial yang nyata. Misalnya, santunan anak yatim, sumbangan untuk membangun fasilitas umum, dan lain sebagainya.
B. Pentingnya
Khutbah, Tablig, dan Dakwah
1. Pentingnya Khutbah
Sebagaimana dijelaskan di
atas, bahwa khutbah masuk pada aktivitas
ibadah. Maka, khutbah tidak
mungkin bisa ditinggalkan karena akan membatalkan rangkaian aktivitas ibadah.
Contoh, apabila ṡalat Jumat
tidak ada khutbahnya, ṡalat Jumat tidak
sah. Apabila wukuf di Arafah tidak
ada khutbahnya, wukufnya tidak
sah. Sesungguhnya, khutbah
merupakan kesempatan yang sangat
besar untuk berdakwah dan
membimbing manusia menuju
ke-riḍa-an Allah Swt. Hal
ini jika khutbah dimanfaatkan
sebaik-baiknya, dengan menyampaikan
materi yang dibutuhkan oleh hadirin
menyangkut masalah
kehidupannya, dengan ringkas,
tidak panjang lebar, dan dengan cara yang menarik serta tidak membosankan.
Khutbah memiliki kedudukan yang agung
dalam syariat Islam sehingga sepantasnya seorang khatib melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya. Seorang khathib
harus memahami aqidah yang ṡaḥ³hah (benar)
sehingga dia tidak sesat
dan menyesatkan orang
lain. Seorang khatib
seharusnya memahami fiqih sehingga mampu membimbing manusia dengan cahaya syariat menuju jalan yang lurus. Seorang khatib
harus memperhatikan keadaan masyarakat,
kemudian mengingatkan mereka dari
penyimpangan-penyimpangan dan mendorong
kepada ketaatan. Seorang khathib
sepantasnya juga seorang yang ṡālih,
mengamalkan ilmunya, tidak melanggar
larangan sehingga akan memberikan
pengaruh kebaikan kepada para
pendengar.
2. Pentingnya Tablig
Salah
satu sifat wajib
bagi rasul adalah
tablig, yakni menyampaikan
wahyu dari Allah Swt. kepada
umatnya. Semasa Nabi
Muhammad saw. masih
hidup, seluruh waktunya dihabiskan
untuk menyampaikan wahyu kepada
umatnya. Setelah Rasulullah saw. wafat,
kebiasaan ini dilanjutkan oleh
para sahabatnya, para tabi’in
(pengikutnya sahabat), dan tabi’it-tabi’in (pengikut pengikutnya sahabat).
Setelah mereka semuanya
tiada, siapakah yang akan
meneruskan kebiasaan menyampaikan ajaran
Islam kepada orang-orang
sesudahnya? Kita sebagai
siswa muslim punya tanggung jawab untuk meneruskan kebiasaan bertabligh tersebut.
Banyak yang menyangka
bahwa tugas tablig hanyalah
tugas alim ulama saja. Hal itu
tidak benar. Setiap orang yang mengetahui
kemungkaran yang terjadi di
hadapannya, ia wajib mencegahnya atau menghentikannya, baik dengan tangannya
(kekuasaanya), mulutnya (nasihat), atau dengan hatinya (bahwa ia tidak ikut
dalam kemungkaran tersebut).
Seseorang tidak mesti menjadi ulama terlebih dulu.
Siapa pun yang melihat kemungkaran
terjadi di depan matanya, dan ia
mampu menghentikannya, ia
wajib menghentikannya. Bagi
yang mengerti suatu permasalahan agama, ia mesti menyampaikannya kepada yang lain, siapa pun mereka.
3. Pentingnya Dakwah
Salah satu kewajiban umat Islam adalah berdakwah. Sebagian ulama ada yang menyebut
berdakwah itu hukumnya farḍu kifayah
(kewajiban kolektif), sebagian lainnya menyatakan farḍu ain. Meski begitu, Rasulullah saw. tetap selalu
mengajarkan agar seorang muslim
selalu menyeru pada jalan kebaikan
dengan cara-cara yang baik.
Setiap dakwah hendaknya bertujuan
untuk mewujudkan kebahagiaan dan
kesejahteraan hidup di dunia dan di
akhirat dan mendapat riḍa dari
Allah Swt. Nabi Muhammad saw.
mencontohkan dakwah kepada umatnya
dengan berbagai cara melalui
lisan, tulisan dan perbuatan.
Rasulullah saw. memulai dakwahnya kepada istri, keluarga, dan temanteman
karibnya hingga raja-raja yang berkuasa
pada saat itu. Di antara raja-raja yang mendapat surat atau risalah Rasulullah
saw. adalah Kaisar Heraklius dari
Byzantium, Mukaukis dari Mesir, Kisra
dari Persia (Iran), dan Raja Najasyi
dari Habasyah (Ethiopia). Ada beberapa
metode dakwah yang bisa dilakukan seorang muslim menurut syariat.
C. Ketentuan
Khutbah, Tablig, dan Dakwah
1. Ketentuan Khutbah
a. Syarat khatib
1) Islam
2)
Ballig
3) Berakal sehat
4) Mengetahui
ilmu agama
b. Syarat dua khutbah
1) Khutbah dilaksanakan sesudah masuk
waktu dhuhur
2) Khatib duduk di antara
dua khutbah
3) Khutbah diucapkan dengan
suara yang keras dan jelas
4) Tertib
c. Rukun khutbah
1) Membaca hamdallah
2) Membaca syahadatain
3) Membaca shalawat
4) Berwasiat taqwa
5) Membaca ayat
al-Qur’ān pada salah satu khutbah
6) Berdoa pada khutbah kedua
d. Sunah khutbah
1) Khatib berdiri ketika khutbah
2) Mengawali
khutbah dengan memberi salam
3) Khutbah
hendaknya jelas, mudah dipahami, tidak
terlalu panjang
4) Khatib menghadap
jamaah ketika khutbah
5) Menertibkan rukun khutbah
6) Membaca surat
al-Ikhlās ketika duduk di antara
dua khutbah
Keterangan:
a. Pada
prinsipnya ketentuan dan tata cara khutbah, baik ṡalat
Jumat, Idul Fitri, Idul
Adha, ṡalat khusuf, dan
ṡalat khusuf sama. Perbedaannya terletak pada waktu
pelaksanaannya, yaitu dilaksanakan
setelah ṡalat dan
diawali dengan takbir.
b. Khutbah wukuf
adalah khutbah yang dilaksanakan pada saat wukuf di Arafah. Khutbah wukuf
salah satu rukun wukuf setelah melaksanakan
ṡalat zuhur dan ashar di-qaṡar. Khutbah wukuf hampir sama dengan
khutbah Jumat. Perbedaannya
terletak pada waktu pelaksanaan, yakni dilaksanakan ketika wukuf di Arafah.
2.
Ketentuan Tablig
a. Syarat
muballig
1) Islam,
2) Ballig,
3)
Berakal,
4) Mendalami ajaran Islam.
b. Etika dalam menyampaikan tabligh
1)
Bersikap lemah lembut, tidak kasar, dan tidak merusak.
2) Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti.
3) Mengutamakan musyawarah dan
berdiskusi untuk memperoleh kesepakatan bersama.
4) Materi
dakwah yang disampaikan harus mempunyai
dasar hukum yang kuat dan jelas sumbernya.
5) Menyampaikan dengan ikhlas dan sabar,
sesuai dengan kondisi, psikologis dan sosiologis para pendengarnya atau
penerimanya.
6) Tidak menghasut orang
lain untuk bermusuhan, merusak, berselisih, dan mencari-cari kesalahan orang
lain.
3. Ketentuan Dakwah
Orang yang melaksanakan dakwah disebut da’i. Ada dua
cara berdakwah, yaitu
dengan lisan (da’wah
billisān) dan dengan perbuatan (da’wah bilhāl).
a.
Syarat da’i
1) Islam,
2) Ballig,
3)
Berakal,
4) Mendalami ajaran Islam.
b. Etika dalam
berdakwah:
1) Dakwah dilaksanakan dengan
hikmah, yaitu ucapan yang jelas, tegas dan sikap yang bijaksana.
2) Dakwah dilakukan dengan
mauiẓatul hasanah atau
nasihat yang baik, yaitu
cara persuasif (tanpa kekerasan)
dan edukatif (memberikan pengajaran).
3) Dakwah dilaksanakan dengan memberi contoh yang baik (uswatun hasanah).
4) Dakwah dilakukan dengan mujādalah, yaitu diskusi atau tukar pikiran yang berjalan
secara dinamis dan santun serta menghargai pendapat orang lain.
Kita sebagai
umat Islam harus bisa mengaplikasikan nilai-nilai
khutbah, tablig, dan dakwah di
mana saja berada. Cara untuk mewujudkan perilaku-perilaku tersebut antara lain
sebagai berikut.
1. Ketika melaksanakan
ṡalat Jumat, hendaklah
mengamati dan menyimak khutbah yang disampaikan khātib. Bagaimana etikanya,
bacaan-bacaan yang dibacanya, serta
urutannya. Dengan memperhatikan khatib secara utuh diharapkan suatu saat nanti bisa
tampil sebagai khatib pada waktu ṡalat Jumat.
2.
Ketika melihat kemungkaran di sekitar kita (contohnya pacaran, mencuri,
tawuran, menyontek, dan lain
sebagainya), kita harus mencegahnya dengan memberikan alasan yang
logis, baik atas dasar agama maupun
sosial dan yang lainnya. Cara mencegahnya dengan tangan (kekuasaan),
apabila tidak mampu, dengan lisan; apabila tidak mampu cukup dalam
hati saja bahwa kita tidak ikut berbuat yang
dilarang.
3. Ketika melihat
sesuatu yang baik (baik menurut agama
maupun masyarakat),
mencontohlah. Dimulai dari
diri sendiri, dari
yang terkecil, dan dari sekarang.
Tidak boleh ditunda-tunda.
4.
Melibatkan diri secara aktif pada kegiatan-kegiatan keagamaan
seperti: peringatan hari besar
Islam (Maūlid Nabi Muhammad
saw., Isrā’ Mi’rāj, Nuzulul Qur’ān, dan
lain-lain) baik di
lingkungan sekolah maupun masyarakat.
5. Memprakarsai kegiatan dakwah Islam
di sekolah, remaja masjid,
karang taruna, dakwah kampus, dan lain sebagainya.
\
Dalam berdakwah minimal ada dua cara, yaitu dakwah dengan
lisan (da’wah billisān) dan dakwah dengan perbuatan (da’wah bilhāl). Dakwah billisan artinya dakwah yang dilakukan dengan
berkata-kata, ceramah, tabl³g akbar, dan sebagainya. Dakwah bilhal
artinya dakwah yang dilakukan dengan berbuat, seperti menyantuni fakir miskin, yatim piatu, menyumbang
untuk fasilitas sosial, dan
sebagainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar