TOLERANSI DAN ETIKA DALAM PERGAULAN
A.
SURAH AL-KAAFIRUUN AYAT 1-6
Surah al-kafirun
termasuk surah Makkiyah. Selain nama al-kafirun, surah ni juga dinamakan
al-Ibadah, ad-Din, dan al-Muqasqisah (penyembuh). Dinamakan al-Muqasqisah
karena kandungannya menyembutkna dan menghilangkan penyakit kemusyrikan. Tema
utama surah ini adalah penolakan usul kaum musyrikin untuk penyatuan ajaran
agama dalam rangka mencapai kompromi.
1) Terjemah ayat :
1. Katakanlah
(Muhammad): "Wahai orang-orang kafir,
2. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.
3. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah.
4. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang
kamu sembah,
5. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah
Tuhan yang aku sembah.
6. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku."
2) Penjelasan
Ayat :
Surah al-Kaafiruun diturunkan sekaligus
sebagi jawaban atas ajaran tokoh-tokoh kafir Quraisy kepada Nabi Muhammad saw.
Mereka itu antara lain Walid bin Mugirah, al-‘As bin Wa’il as-Sahim, al-Aswad
bin Abdul Muttalib, dan Umayyah bin Khalaf. Mereka mengajak Nabi Muhammad saw.
agar mau berkompromi dengan bergantian dalam menyembah Tuhan. Mereka akan
menyembah Tuhan yang disembah Nabi Muhammad Saw. dalam waktu yang lain, beliau
diminta menyembah apa yang mereka sembah.
Surah al-Kaafiruun merupakan
pernyataan yang tegas bahwa Tuhan yang disembah Nabi Muhammad Saw. dan para
pengikut beliau bukan apa yang disembah orang-orang kafir. Secara tegas, beliau
menyatakan bukan penyembah apa yang disembah oleh orang-orang kafir.
Sebaliknya, orang-orang kafir pun bukan penyembah Tuhan yang disembah Nabi
Muhammad Saw., sebagaimana dijelaskan dalam Surah al-Kaafiruun ayat 1-3. Ayat
ini juga menjelaskan tidak mungkin ada titik temu antara Nabi Muhammad Saw. dan
tokoh-tokoh kafir tersebut. Hal itu disebabkan kekufuran yang sudah melekat
pada diri mereka sehingga tidak ada harapan atau kemungkinan, baik masa kini
maupun masa yang akan datang untuk berkerja sama dengan mereka.
Pada ayat 4-5, ditegaskan bahwa Nabi
Muhammad Saw. memiliki konsistensi dalam pengabdian. Dalam arti, apa yang
beliau sembah tidak akan berubah-ubah. Cara kaum muslimin beribadah adalah
berdasarkan petunjuuk Ilahi, sedangkan cara orang kafir berdasarkan hawa nafsu.
Melalui surah ini, Nabi Muhammad
Saw. ingin mengajarkan bahwa sebagia orang yang beriman, kita hendaknya
memiliki kepribadian yang teguh dan kuat serta tidak tegoyangkan oleh apa pun.
Secara psikologis, diakui bahwa pad diri manusia terdapat dua kekuatan (sifat).
Siafat yang pertama mampu mengarahkan/mengajak pada kebaikan (nafsu malaikat),
sedangkan sifat yang kedua mampu mengajak pada kejahatan/kemungkaran (nafsu
setan).
Surah al-kaafiruun ayat 6 merupakan
pengakuan eksistensi secara timbal balik, yaitu untukmu agamamu dan untukku
agamaku. Dengan demikian, masing-masing pihak dapat melaksanakan apa yang
dianggapnya benar dan baik tanpa memaksakan pendapat kepada orang lain dan
sekaligus tidak mengabaikan keyakinan masing-masing.
Ini ditegaskan dalam Surah
asy-Syuura ayat 15 yang berbunyi :
.......Allah-lah Tuhan Kami dan
Tuhan kamu. bagi Kami amal-amal Kami dan bagi kamu amal-amal kamu. tidak ada
pertengkaran antara Kami dan kamu, Allah mengumpulkan antara kita dan
kepada-Nyalah kembali (kita)".
B.
Surah Yunus Ayat 40-41
Para Nabi
terdahulu sebagai Utusan Allah telah berjuang untuk menyampaikan syiar Islam.
Namun, di antara umat mereka ada yang beriman dan ada yang tetap durhaka yang
akhirnya di azab oleh Allah.
11. Terjemah ayat :
40. Dan di antara mereka ada
orang-orang yang beriman kepadanya ( Al Quran), dan di antaranya ada (pula)
orang-orang yang tidak beriman kepadanya. Sedangkan Tuhanmu lebih mengetahui
tentang orang-orang yang berbuat kerusakan.
41.Dan Jika mereka (tetap) mendustakanmu
(Muhammad), Maka Katakanlah: "Bagiku pekerjaanku dan bagimu pekerjaanmu.
kamu tidak bertanggung jawab terhadap apa yang aku kerjakan dan akupun tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu
kerjakan".
22. Penjelasan Ayat :
Pada ayat 40, Allah menegaskan bahwa
umat Nabi Muhammad Saw. terbagi menjadi dua dalam menerima Al-Qur’an. Sebagaian
beriman dan sebagian tidak beriman. Mereka yang beriman mau menerima Al-Qur’an,
mengikuti ajaran Nabi Muhammad, dan mengambil manfaat dari risalah yang beliau
bawa. Orang yang tidak beriman selalu mendustakan Nabi Muhammad. Meraka ini
akan mati dalam keadaan kafir dan akan dibangkitkan dalam keadaan itu juga.
Allah Maha Mengetahui siapa di antara hamba-Nya yang benar-benar beriman dan
yang berbuat kerusakan (zalim).
Pada ayat 41, Allah memerintahkan
kepada Nabi Muhammad untuk tetap tegar dalam menghadapi orang-orang yang
mendustakan ajaran beliau. Beliau diperintahkan untuk menyatakan diri bahwa
beliau tidak bertanggung jawab terhadap perbuatan mereka. Mereka pun tidak akan
bertanggung jawab terhadap perbuatan beliau. Dengan kata lain, “bagiku
pekerjaanku dan bagimu pekerjaanmu.” Akhir dari segala amaliah manusia
pasti ada balasanya. Amal baik pasti menghasilkan kebaikan dan yang buruk pasti
mendapatkan keburukan.
Yang dimaksud amalku (perbuatanku)
adalah Nabi Muhammad akan terus mengadakan dakwah. Beliau tidak akan berhenti
menyeruhkan kebaikan, mengajarkan bagaimana taat kepada Allah, memberikan kabar
gembira kepada yang beriman, dan memberikan ancaman bagi yang menolak. Segala
hasil dari amal beliau tidak ada kaitannya dengan orang-orang kafir.
Adapun yang dimaksud amalmu
(perbuatanmu adalah orang-orang kafir diberi keleluasaan untuk terus-menerus
mendustakan agama, tetap dalam kufur dan syirik, berbuat fasad (kerusakan),
serta zalim (aniaya). Amalan orang kafir tidak ada kaitannya dengan amalan Nabi
Muhammad.
C.
Surah al-Kahfi Ayat 29
11. Terjemah Ayat :
Allah telah berulang kali memberikan
penegasan bagaimana keadaan orang-orang yang beriman dan imbalannya serta
keadaan orang kafir dengan balasannya. Berikut penjelasan tentang balasan bagi
orang yang zalim dalam Surah al-Kahfi ayat 29.
29. Dan Katakanlah Muhammad:
"Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu;
Barang siapa menghendaki (beriman) hendaklah ia beriman, dan Barangsiapa
yang menghendaki (kafir) Biarlah dia kafir". Sesungguhnya Kami telah
menyediakan neraka bagi orang orang zalim, yang gejolaknya mengepung mereka.
dan jika mereka meminta pertolongan (minum) , mereka akan diberi air seperti besi yang mendidik yang menghanguskan wajah. Itulah minuman yang
paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.
22. Penjelasan Ayat :
Pada ayat inii, Allah menjelaskan
bahwa kebenaran datang dariNya. Dalam menghadapi kebenaran, tidak ada perbedaan
status antara orang kaya dan miskin, orang yang kuat dan lemah. Oleh karena
itu, manusia dapat merasakan bahwa yang benar memang benar dan disetujui oleh
hati nurani. Dengan diberikannya kesempurnaan akal, manusia dapat menimbang dan
menguji sebuah kebenaran.
Bagi orang yang kafir, mereka akan
menanggung akibat kekafirannya. Orang kafir adalah orang yang menganiaya diri
mereka sendiri. Allah menyediakan tempat bagi mereka di neraka yang apinya akan
mengempungnya. Apabila meminta minum, mereka akan diberi minuman seperti logam
cair yang akan menghanguskan wajah mereka. Mereka tidak akan lepas dari
kehausan. Setiap kali meminumnya, dia justru akan lebih merasakan penderitaan.X
D.
Surah al-Hujurat Ayat 10-13
Allah Swt.
Menciptakan manusia dalam berbagai ras dan sifat yang berbeda-beda. Perbedaan
itu mestinya tidak menjadikannyasaling bermusuhan, tetapi menjadi suatu
kenyataan yang harus disikapi dengan penuh kearifan. Apabila perbedaan itu
dapat dijadikan sarana persatuan, akan terwujud kehidupan yang harmonis.
Islam
mengajarkan umatnya untuk senantiasa menjalin hubungan baik dengan sesamanya.
Dalam Surah al-Hujurat Ayat 10-13 ini, kita akan mempelajari bagaimana
seharusnya bergaul dengan sesama yang memiliki berbagai macam perbedaan.
11. Terjemah Ayat :
10. Sesungguhnya Orang-orang mukmin itu Sesungguhnya
bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu
( yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu mendapat rahmat.
11. Wahai
orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-ngolok kaum yang lain,
(karena) boleh Jadi mereka (yang diperolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok).
dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh Jadi
yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela satu sama yang
lain[1409] dan jangan saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. seburuk-buruk panggilan adalah
(panggilan) yang buruk setelah beriman iman[1410] dan Barangsiapa yang tidak
bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.
12. Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah
kebanyakan pra-sangka (kecurigaan), sesungguhnya sebagian pra-sangka itu dosa.
dNo index entries found.877777777777777777uiiiiiioklan
janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara
kamu yang menggunjingkan sebagian yang
lain. Apakah di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang
sudah mati? tentulah kamu merasa jijik
kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima
taubat lagi Maha Penyayang.
13. Wahai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu
dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa -
bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang
yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa
diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
[1409] Jangan mencela dirimu sendiri Maksudnya ialah
mencela antara sesama mukmin karana orang-orang mukmin seperti satu tubuh.
[1410] Panggilan yang buruk ialah gelar yang tidak
disukai oleh orang yang digelari, seperti panggilan kepada orang yang sudah beriman,
dengan panggilan seperti: Hai fasik, Hai kafir dan sebagainya.
22. Terjemahan Ayat :
Dalam Ayat 10, Allah Swt. Menegaskan
bahwa orang-orang mukmin adalah bersaudara. Dalam ayat tersebut, kata saudara
menggunakan kata ikwah bukan ikhwan. Terdapat perbedaan arti antara kedua
peristilahan tersebut meskipun sama-sama merupakan bentuk jamak dari kata
akhun. Kata ikhwah menunjukkan arti saudara sekandung, sedangkan kata ikhwan
berarti teman sejawat. Al-Qur’an menganggap persaudaraan dalam satu agama bagaikan
persaudaraan dalam satu nasab. Meskipun berbeda bangsa, suku bangsa, adat
kebiasaan, warna kulit, kedudukan, dan tingkat sosial, mereka berada dalam satu
ikatan persaudaraan islam. Oleh karena itu, sesama mukmin harus mempunyai jiwa
persaudaraan yang kukuh, sebagaimana diajarkan islam.
Hubungan persaudaraan sesama mukmin
ditegaskan pula oleh Nabi Muhammad Saw. dalam beberapa hadits, diantaranya
hadits yang diriwayatkan Muslim dari Abu Musa sebagi berikut:
“ hubungan orang mukmin dengan
mukmin lain, seperti satu bangunan, masing-masing bagiannya saling memperkukuh
satu dengan lainnya. (H. R. Muslim no. 4684).
Persaudaraan merupakan kunci
kesuksesan bagi kita, manakala kita hendak menciptakan dan melestarikan tata
kehidupan masyarakat yang baik. Dalam sejarah tercatat adanya nilai positif
atau manfaat yang ditimbulkan dari persaudaraan. Hal itu telah ditunjukkan Nabi
Muhammad Saw. ketika mempersatukan antara kaum Muhajirin dan kaum Ansar. Mereka
dipererat Nabi Muhammad Saw. dengan cara mempersaudarakan mereka. Kaum Ansar
telah menolong kaum Muhajirin dengan ikhlas dan tidak memperhitungkan
keuntungan-keuntungan yang bersifat materi. Mereka hanya mencari keridaan Allah
Swt. Sebaliknya, sejarah juga mencatat bahwa perpecahan menyebabkan kaum
muslimin menjadi lemah dan mudah dikoyak-koyak musuh-musuh islam. Oleh karena
itu, tepatlah pepatah mengatakan “Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh”.
Ayat 11 merupakan konsekuensi logis
dari makna yang terkandung dalam ayat 10. Jika pada ayat 10 Allah Swt.
Menegaskan bahwa orang-orang mukmin itu bersaudara, konsekuensinya orang-orang
mukmin itu tidak boleh saling mengolok-olok. Orang yang mengolok-olok belum
tentu lebih baik daripada orang yang diperolok-olok. Olok-olok dapat berupa
ejekan atau perkataan, sindiran, dan kelakar yang bersifat merendahkan diri
atau menghina pihak lain. Mengolok-olok seseorang dapat menimbulkan kemarahan
yang akan menimbulkan pertengkaran atau perkelahian. Oleh karena itu, Allah
Swt. Melarang orang-orang mukmin saling mengolok-olok agar terbina
persaudaraan, kesatuan, dan persatuan.
Selain melarang sesama mukmin saling
mengolok-olok, dalam ayat ini Allah Swt. Juga melarang orang-orang mukmin
mencela dirinya sendiri. Di antara ahli tafsir ada yang berpendapat bahwa
mencela diri sendiri, berarti mencela sesama mukmin karena orang-orang mukmin
itu seperti satu tubuh. Dengan demikian, seorang mukmin yang mencela orang
mukmin lain, berarti sama dengan mencela dirinya sendiri. Perbuatan lain yang
dilarang dalam ayat ini adalah memanggil orang mukmin lain dengan panggilan
atau sebutan buruk. Sebutan atau panggilan yang buruk itu adalah panggilan atau
sebutan yang tidak disukai orang yang dipanggil atau digelarinya. Seperti,
memanggil orang yang beriman dengan sebutan “hai fasik”.
Pada akhir ayat ini, Allah Swt.
Mengingatkan orang yang melakukan kesalahan, harus segera bertaubat. Di antara
cara bertaubat adalah bertekad untuk tidak akan mengulangi kesalahan tersebut.
Orang yang tidak mau bertaubat adalah orang yang zalim.
Masih dalam rangka membina persaudaraan
antara mukmin, dalam ayat 12 Allah Swt. Melarang orang-orang beriman
perprasangka. Prasangka akan menimbulkan dosa. Allah Swt. Juga melarang orang
mukmin mencari-cari kesalahan orang lain, mengunjing, atau menceritakan
keburukan orang lain (gibah). Allah Swt. Menggambarkan orang suka gibah seperti
orang yang makan bangkai saudaranya.
Pada akhir ayat ini, Allah Swt.
Memerintahkan kepada orang-orang yang beriman untuk bertakwa. Takwa dalam arti
mengikuti perintah Allah Swt. Dan menjauhi larangan-Nya.
Pada ayat 13, Allah Swt. Menegaskan
bahwa Dia Mahakuasa menciptakan manusia yang pluralistik; beraneka bangsa,
suku, bahasa, adat istiadat, budaya, dan warna kulit. Keanekaragaman dan
kemajemukan manusia itu bukan dimaksudkan untuk memecah belah manusia,
melainkan agar semuanya saling mengenal, bersilaturahmi, berkomunikasi,
memberi, dan menerima. Ayat ini memberikan informasi sekaligus perintah kepada
manusia untuk selalu sadar bahwa dirinya sering cenderung berbuat sesuatu yang
kurang baik. Seperti, suka membanggkan diri, merasa lebih tinggi kedudukannya,
lebih terhormat dari pihak lain, dan mempunyai kecenderungan untuk berpecah
belah. Secara psikologi, tindakan negatif seperti itu sering muncul pada diri
manusia. Pada diri manusia terdapat dorongan-dorongan psikis, seperti dorongan
memiliki, memusuhi, dan berkopentisi. Apabila dorongan-dorongan negatif itu
dibiarkan berkembang dan menguasai diri manusia, akan memunculkan sikap dan
perilaku negatif pula.
Banyak contoh yang dapat kita lihat
dalam kehidupan ini, orang yang memiliki sifat-sifat seperti itu. Misalnya,
tokoh Nazi Jerman (adolf Hitler) tokoh zionis Yahudi (Theoder Herzl), dan tokoh
bekas Yugoslavia (Slobodan Milose dan Rodovan Karazic). Tokoh-tokoh tersebut
merasa bahwa suku bangsanya merupakan kelompok pilihan dan lebih tinggi
derajatnya jika di bandingkan dengan suku-suku yang lain. Hal ini yang
selanjutnya menimbulkan kecenderungan mereka untuk melakukan pemusnahan
terhadap ras manusia lainnya.
Oleh karena itu, penting bagi
manusia untuk mengembangkan dorongan-dorongan positif yang ada pada jiwanya
melalui ajaran-ajaran agama. Hal ini diperkuat ahli ilmu kejiwaan yang
menyatakan bahwa yang dimaksud dorongan positif itu berupa dorongan untuk
beragama. Mereka mengatakan bahwa agama banyak memuat ajaran-ajaran
pengendalian diri terhadap dorongan negatif yang secara inhere ada secara
alamiah pada diri manusia.
Islam, dalam satu ajarannya, selalu
menekankan akan kesamaan manusia di hadapan Allah Swt. Hanya ketakwaanlah yang
membedakan antaramanusia di sisi Allah Swt.
Dalam perjalanan hidupnya, manusia
kadang mengalami pasang surut, tidak terkecuali dalam beragama, sebagaimana
disebutkan dalam Surah at-Taubah Ayat 11 yang berbunyi :
11. Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat,
Maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. dan Kami menjelaskan
ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui.
Ayat tersebut menerangkan tentang
keadaan orang-orang yang pernah melanggar ajaran Allah Swt. Namun, apabila
mereka itu bertaubat, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat, mereka itu
adalah saudara-saudara dalam islam. Oleh karena itu, mereka harus di perlakukan
sebagaimana memperlakukan orang-orang mukmin lainnya. Mereka tidak boleh
digangggu atau dimusuhi. Dalam sebuah hadits, Nabi Muhammad Saw. bersabda yang
artinya setiap orang Islam (muslim)
terhadap muslim lainnya adalah haram darahnya, harta bendanya, dan
kehormataannya ( H.R. Muslim no.4650).
Sebaliknya, apabila mereka menjadi
murtad, melakukan perbuatan yang mencerca atau merusak Islam, Allah Swt.
Menegaskan agar kita memerangi mereka. Kita harus berlaku bijaksana terhadap
orang-orang tersebut. Kita sadar bahwa secara psikologi, manusia memiliki
kelemahan dan ini yang sering dimanfaatkan iblis.
Atas dasar itu, sangatlah bijaksana,
bahkan wajib apabila seorang muslim dalam pergaulan sehari-hari bersikap dan
berperilaku baik atau menghargai muslim lain yang pernah berbuat salah, tetapi
mau bertaubat. Sangat keliru bagi seseorang yang berperilaku tidak baik
terhadap seorang muslim yang pernah salah dan sudah bertaubat, sedangkan Allah
Swt, Maha Penerima Tobat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar